Rabu, 09 Mei 2012

Biarlah dia seorang yang buta...


Biarlah dia seorang yang buta....
Kerana matanya sunyi dari melihat perkara-perkara maksiat dan laghah Kerana kedua matanya terpelihara dari memandang aurat wanita ajnabi Asalkan kedua matanya terang dalam memerhati keagungan ciptaan Allah Asalkan dia celik dalam melihat ...kesengsaraan umat Islam di Palestin, Bosnia, Ambon dan seumpamanya

Biarlah dia seorang yang bisu......
Bisu dari pujuk rayu yang bisa mengoncang keimanan
Bisu dari mengungkapkan ungkapan yang bisa meracun fikiran
Bisu dari perkataan yang bisa mengundang kekufuran..
Asalkan bibirnya sentiasa basah mengingati Tuhan
Asalkan lidahnya tidak pernah lekang dari membaca Al-Quran
Asalkan dia petah membangkang kemungkaran dan dia lantang menyuarakan kebenaran..

Biarlah dia seorang yang bakhil
Bakhil dalam meluangkan masa untuk membuat temujanji dengan wanita ajnabi yang boleh dinikahinya
Bakhil untuk menghabiskan wang ringgitnya kerana seorang wanita yang tidak sepatutnya..
Tetapi dia begitu pemurah meluangkan masanya untuk beribadah dengan Khaliqnya
Dia begitu pemurah untuk mempertahankan aqidahnya
Pemurah dalam memberikan nasihat dan teguran
Sehingga dia sanggup menggadaikan hartanya bahkan nyawanya demi melihat kalimah syahadah
Kembali megah di muka dunia..

Biarlah dia seorang yang papa...
Papa dalam melakukan perkara maksiat
Papa dalam ilmu-ilmu yang tidak berfaedah dan tidak bermanfaat
Papa memiliki akhlaq mazmumah..
Tetapi dia cukup kaya dalam berbagai ilmu pengetahuan
Dia begitu kaya memiliki ketinggian akhlaq dan budi pekerti yang mulia
Dia begitu kaya dengan sifat sabar dalam mengharungi tribulasi kehidupannya..
Dan dia seorang yang kaya dalam menanam impian untuk menjadi seorang syuhada yang syahid di jalan Allah.

Sabtu, 05 Mei 2012

Hidup

 Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian, dan bagi pulau itu bukti karang yang timbul merupakan harapan, pohon merupakan impian, bunga merupakan keheningan perasaan, dan sungai merupakan damba kehausan. Hidupmu, wahai saudara-saudaraku, laksana pulau yang terpisah dari pulau dan daerah lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah lain, entah berapa banyak armada yang berlabuh di pesisirmu, namun engkau tetap pulau yang sunyi, menderita kerana pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan. Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi pula terpencil dari keakraban dan perhatian. Saudaraku, kulihat engkau duduk di atas bukit emas serta menikmati kekayaanmu -bangga akan hartamu, dan yakin bahwa setiap genggam emas yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang menghubungkan hasrat dan pikiran orang lain dengan dirimu. Di mata hatiku engkau kelihatan bagaikan panglima besar yang memimpin bala tentara, hendak menggempur benteng musuh. Tapi setelah kuamati lagi, yang nampak hanya hati hampa belaka, yang tertempel di balik longgok emasmu, bagaikan seekor burung kehausan dalam sangkar emas dengan wadah air yang kosong. Kulihat engkau, saudaraku, duduk di atas singgasana agung; di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu, menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan, memuji kebijaksanaanmu, memandangmu seakan-akan nabi yang mulia, bahkan jiwa mereka melambung kesukaan sampai ke langit-langit angkasa. Dan ketika engkau memandang kelilingmu, terlukislah pada wajahmu kebahagiaan, kekuasaan, dan kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka. Tapi bila kupandang lagi, kelihatan engkau seorang diri dalam kesepian, berdiri di samping singgasanamu, menadahkan tangan ke segala arah, seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari roh-roh yang tak nampak -mengemis perlindungan, karena tersisih dari persahabatan dan kehangatan persaudaraan. Kulihat dirimu, saudaraku, yang sedang mabuk asmara pada wanita jelita, menyerahkan hatimu pada paras kecantikannya. Ketika kulihat ia memandangmu dengan kelembutan dan kasih keibuan, aku berkata dalam hati, "Terpujilah Cinta yang mampu mengisi kesepian pria ini dan mengakrabkan hatinya dengan hati manusia lain." Namun, bilamana kuamati lagi, di sebalik hatimu yang bersalut cinta terdapat hati lain yang kesunyian, meratap hendak menyatakan cintanya pada wanita; dan di sebalik jiwamu yang sarat cinta, terdapat jiwa lain yang hampa, bagaikan awan yang mengembara, menjadi titik-titik air mata kekasihmu... Hidupmu, wahai saudaraku, merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah penempatan orang lain, bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandangan mata tetangga. Seandainya rumahmu tersalut oleh kegelapan, sinar lampu tetanggamu tak dapat masuk meneranginya. Jika kosong dari persediaan kemarau, isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika rumahmu berdiri di atas gurun, engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain, yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri di atas puncak gunung, engkau tak dapat memindahkannya atas lembah, karena lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia. Kehidupanmu, saudaraku, dibaluti oleh kesunyian, dan jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. Jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya kiranya aku memandang wajahmu, itulah wajahku sendiri yang sedang memandang cermin.